Lidya Devi's site
Monday, February 25, 2013
Provinsi Lydia B)
Lydia adalah region historik di Asia Barat, kongruen dengan provinsi modern Izmir dan Manisa di Turki. Ibukota tradisionalnya adalah kota Sardis. Namun, pada puncak kekuasaannya, kerajaan Lydia meliputi seluruh Anatolia barat. Lydia nantinya menjadi nama provinsi di Kekaisaran Romawi. Koin ditemukan di Lybia pada sekitar tahun 660 SM.
ISENG :D
Ini
lah murid2 yang terkena hukuman :D kuapokkk!!!
Hayo ngintip opo iku :D
Ini lah persahabatan :D wkwk
A HOPE
A HOPE
This is one of three my short story.
50% real story, and 50% made by me.
Caitlin Beadles was my inspired to post this.
I Hope You Like It!
Dokter
memanggil Mom Lia untuk memberi tau tentang keadaan Caity, dan dia tersenyum
kepadaku sedangkan aku terus memasang muka panik yang sangat mendalam. Aku
terus menunggunya dan bertepatan dengan kedatangan teman-temanku yang
menunjukkan ekspresi kasihannya kepadaku. Aku menceritakan semuanya kepada
mereka sambil menahan tangisku yang tidak akan kubiarkan jatuh begitu saja dan
menampilkan sebuah kesan yang tidak kusukai.
Aku
melihat Mom Lia dan seketika itu juga aku berdiri dari tempat dudukku. Menanti kabar
baik yang kudengar dari ucapan manis Mom Lia.
“Dia divonis 99 persen akan
meninggal.” Lututku terasa kaku, lidahku terasa kelu, dan leherku terasa perih
untuk menahan tangis. Aku tersungkur dilantai mulus lorong rumah sakit itu
setelah Mom Lia ̶ ibu Caity ̶ keluar dari ruang
dokter dan mengatakan padaku jika Caity akan divonis 99 persen akan meninggal. Beliau
langsung mengangkat bahuku dan mengatakan jika semua akan baik-baik saja.
“Jika
kau tetap seperti ini, semua tidak akan berjalan baik. Caity membutuhkan
dukungan darimu, Justy.” Mom Lia terus menenangkan aku yang sedari tadi menahan
tangis yang biasa orang laki-laki lakukan jika sedang menangis. Tetapi tidak
bisa. Air mata keluar deras begitu saja dan berusaha untuk menyekanya secara
kasar dengan bahuku. Semua berbanding terbalik dengan harapanku. Hanya satu
persen kemungkinan dia akan hidup dan menjalani kehidupan yang lebih baik
bersamaku. Sebuah kecelakaan Jet Ski yang berakhir sangat buruk dan membuat seorang
wanita cantikku akan semakin mudah untuk kehilangan detak jantungnya. Ini
tidak mungkin aku terus berbisik
itu.
§
Baby, give me one last hug
There’s a dream, that i’ve been
chasing
Want so badly for it to be reality
And when you hold my hand then i
understand
That it’s meant to be
Cuz baby when you’re with me..
Its like an angel came by
And took me to heaven
Cuz when i stay in your eyes
i couldnt be better
Cuz this life too long
And this love’s too strong
So baby know for sure.
That i’ll never let you go..
Caity menangis
saat aku menyanyikan lagu itu. Dia berada di ruang ICU saat operasi telah
selesai. Sudah tiga hari dia tidak sadarkan diri dari koma-nya. Caity mengalami
pembiusan yang tidak sempurna, sehingga ketika operasi berjalan, dia sadarkan
diri tetapi tidak sepenuhnya sadar. Air matanya mengalir deras dari mata
berliannya dan terus memegang tanganku. Hanya aku dan Caity yang berada
diruangan ini. Aku memberinya sebuket bunga mawar merah dan satu buah boneka
teddy bear berukuran kecil berwarna coklat. Dia tersenyum sambil menahan tangis
saat dia bertemu denganku tadi. Sangat sakit ketika mengetahui hanya satu
persen kemungkinan dia akan hidup kembali. Selanjutnya, aku serahkan kepada
Tuhan.
“Jangan..
tinggalkan aku, Jus..ty.” Suara Caity yang hampir tidak terdengar tetapi masih
bisa terdengar sempurna olehku.
“I’ll
never let you go.” Aku terus menggenggam jemari Caity dan tidak akan
melepaskannya seakan-akan ini adalah hari terakhir kita bersama.
#FLASHBACK#
Caity POV
Aku dan
dua orang temanku menaiki Jet Ski saat liburan kemarin. Sedangkan yang lain
menaiki perahu kano yang akan ditarik oleh kapal. Melompati ombak, dan selalu
canda tawa yang menghiasi saat-saat seperti itu dariku. Kami membalikkan semua
orang dari Jet Ski hingga terjatuh dan mengeluh karena air
langsung masuk secara cepat kedalam telinga yang membuat telinga kami sangat
sakit dan mengalami salah urat akibat itu semua. Kami tidak bisa membayangkan
apa yang akan terjadi nanti. Memikirkan tentang bagaimana jari kaki kita akan
sobek, atau pening.
Saat
kami menaiki Jet Ski tersebut, ternyata Jet Ski itu sudah terisi
banyak air yang menyebabkan aku dan temanku langsung melompat kedalam air. Aku
berada disisi kanan Jet Ski ,
sedangkan dua orang temanku berada disisi kiri Jet Ski . Saat aku menoleh, kapal yang menyeret perahu kano datang
kearahku dan awak kapal yang menoleh kebelakang sehingga dia tidak melihatku.
Bahkan sebelum aku menghindarinya, baling-baling mencincang kaki kiriku, dan
mengoyak otot, syaraf, kulit, dan arteri utama yang sangat penting bagi
jantungku.
Tiang
logam yang melekat pada baling-baling mengarah melalui kaki kananku dan tulang
pahaku pun patah. Aku melihat secara langsung keadaan pahaku saat itu.
Teman-temanku yang berada di perahu kano datang untuk menolongku. Namun, awak
kapal tadi tidak mengetahui jika baling-baling kapal tersebut melukaiku
sehingga dia terus mengemudi.
“Kita
tidak dapat membawanya kembali. Caity akan meninggal.” Aku menunduk ketika
seseorang berkata seperti itu. Melihat air merah karena darahku. Persis ketika
hiu sedang merobek kaki seseorang. Aku bisa melihat daging dan kulitku
mengambang di air. Aku melihat kakiku yang telah terpotong. Melihat tulangku
dan sebagian detail kecilnya.
Tidak
apa-apa. Ini hanyalah mimpi buruk. Aku akan bangun. Pikirku
Ayah
sahabatku mengemudi perahu dan melompat kedalam air setelah dia menyadari jika
aku terluka. Dia mengangkatku pada Jet
Ski . Dia membawaku ke dermaga dan membaringkanku. Aku tidak bisa
meluruskan kakiku. Itu sangat sakit. Seperti seseorang yang menggergaji kakimu
secara perlahan. Aku hanya menatap awan dan berharap rasa sakit ini akan pergi.
Aku semakin lemah. Mereka mencobaku untuk berbicara sesuatu tapi aku tidak bisa
melakukannya. Aku tidak bisa melakukan apapun. Aku hanya ingin memejamkan
mataku. Terasa pusing, karena aku kehilangan darah yang begitu banyak untuk
yang kedua kalinya. Mungkin, aku akan mati.
Aku
mendengar sirene yang mendekat dan semakin dekat. Aku takut ̶ aku takut jika
semua itu akan terjadi. Aku takut jika mimpi buruk ini akan menjadi nyata. Aku
takut jika aku benar-benar akan mati.
“Masukkan
aku! Bangunkan aku! Silahkan membiusku!” Paramedis bergegas masuk kedalam
ambulans dan membawaku kemana helikopter yang sedang menungguku. Jalanan yang
bergelombang sehingga aku merasa terpental dan ini semakin menyiksaku. Aku
tidak kuat.
Mereka
mengantarkan aku ke helikopter. Butuh waktu yang sangat lama untuk pergi karena
mereka tidak bisa meluruskan kakiku. Akhirnya mereka kehabisan gas dan
mengantarkan aku ke rumah sakit terdekat. Aku tidak sadar, yang mungkin berarti
jantungku akan berhenti dan akupun akan mati. mereka tidak bisa membawaku
kembali. Dan benar-benar menyerah dan mengumumkan waktu dan tanggal kematianku.
§
Mereka
langsung membawaku ke ruang operasi, dan aku bangun ketika operasi sedang
berlangsung. Mereka tidak bisa memberikan anastesi lagi karena sembilan puluh
sembilan persen aku tidak akan bisa bangun lagi. Aku tidak bisa berkedip, tidak
bisa bergerak, dan tidak bisa bicara, aku mencoba untuk berteriak tetapi mereka
memberikan obat bius kepadaku.
“Kita harus mengambil kakinya. Ok.
Kita akan mengamputasi itu” ucap seorang dokter bedah yang membuatku merasa
seperti diujung jurang dan bersiap untuk terjun kedalamnya.
Aku
memiliki tabung pernapasan, dan mereka memotong dan membuka rusukku dan
disisipkan dua tabung itu ke dadaku. Lebih dari 6000 jahitan berada di satu
kaki. Dan dikaki lain, yang berlangsung dari pinggul sampai lututku. Namun, dokter
bedah ku sangat menakjubkan dan mengembalikan otot, saraf, dan kakiku bersama
lagi.
Hari-hari
telah berlalu yang terasa seperti berbulan-bulan. Aku takut menghancuran masa
depanku karena kecelakaan kecil ini, oh ralat ̶ maksudku
kecelakan besar. Rasanya aku tidak pernah melihat orang-orang, karena setiap
kali mereka datang kemari. Aku selalu menutup mataku. Berpura-pura tidur dan
mendengarkan kabar buruk dari mereka.
Aku
tidak bisa berkomunikasi sama sekali. Orang yang paling aku ingat adalah orang
yang benar-benar sangat special
bagiku. Seseorang yang mencintaiku, seseorang yang pernah kumarahi, dan
seseorang yang menyakitiku. Kata-kata kami saat terakhir bertemu mengandung
kebencian yang membuat kami terpisah saat itu. Dan sekarang, dia disini.
Aku
ingin sesuatu yang dapat menyembuhkanku dengan segera. Aku ingin melontarkan kata-kata itu kepada Justy. Namun,
yang ada, suster datang kepadaku dan mungkin akan mengambil darahku tanpa mati
rasa. Dia tersenyum kepadaku. Begitu juga dengan Justy.
POV end.
§
“Maarr...garet, nan..c..cy, kat..iee..” Rasanya begitu sangat menyakitkan ketika melihat Caity sangat
berusaha untuk berbicara. Tetapi, tunggu! Itu bukan nama teman-temannya.
“A..ku ingin ber..main dengan kalian
se..mua.” Caity menunjukan senyuman terpaksanya kepada teman-temannya dan
memohon agar dirinya dapat membuat lelucon disaat-saat seperti ini.
“Ini bukan saat-saat yang pas untuk
itu. Aku bawakan kau buah-buahan..”
Salah satu teman Caity dan meletakan buah-buahan itu diatas lemari kecil dekat
ranjang Caity.
“Mungkin kita bisa bersenang-senang
lagi ketika kau sudah sepenuhnya kembali. Kami akan setia dan menunggumu,
Cait.” Ucap salah seorang teman Caity yang lain dan menggenggam jemari Caity,
yang membuat Caity mengeluarkan air mata dari pelupuknya.
“Baiklah, kita akan kembali lagi
kesekolah untuk tambahan pelajaran. Get
well soon.”
Caity POV
“Aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar bisa
menyembuhkanmu dengan segera.” Gee. Dia mendengarkan kemauanku. Tetapi aku
ingin sekarang. Bukan menunggu datangnya keajaiban dari Tuhan. Aku hanya bisa
menatap dan membuka sedikit bibirku untuk melontarkan kata-kata yang aku tau
itu pasti susah.
“Caity.” Aku menoleh kearah Justy yang berada disisi
kiriku. Menggenggam jemariku dan memandangku sayu. Ketika aku berusaha untuk
menanyainya, dia mendahuluiku untuk bertanya
“Apa kau benar-benar lupa nama mereka
?” Tidak!! Aku benar-benar tidak lupa nama mereka. Dia sabar untuk menunggu
jawaban dariku.
“No.”
Jawaban singkatku mungkin membuatnya sedikit puas.
“Aku akan kembali sebentar.” Dia
meninggalkanku. Apa ada yang salah dengan jawabanku? Mengapa wajahnya yang
semula tersenyum kepadaku berubah menjadi sayu?
Setelah beberapa menit, dia kembali masuk dan melemparkan
senyumannya kepadaku. Ya Tuhan. Aku sangat tidak mengerti dengan dia.
“Aku sudah mengira jika kau mengalami
amnesia kecil.” Aku hanya mengerutkan dahiku ketika dia berkata seperti itu.
“A..ku ingin kelu.aar” Hanya itu yang
bisa aku ucapkan kepadanya saat ini. aku memang ingin keluar. Melihat pemandangan
yang asing yang mungkin dapat membuatku fresh
dan dapat mempercepat kesembuhanku. Oh, tapi. Aku ingat. Hanya satu persen
kemungkinan aku akan hidup kembali setelah ini.
POV end.
1 Minggu Kemudian..
Caity kembali koma setelah aku melihatnya sedang menangis
saat dia sendiri didalam ruang putih itu. Dia menangis sembari meremas kencang
sprei putih milik rumah sakit itu. Ketika aku akan menghampirinya, dia perlahan
menutup matanya dengan alat pendeteksi detak jantung yang melambat. Kini aku
sesali kata-kata yang penuh dengan kebencian disaat kita terakhir bertemu. Kata
berpisah yang sempat dilontarkan dari bibir manisnya karena jadwalku yang
sangat sibuk dan mungkin aku selalu menghiraukannya. Hati yang membeku kini
telah mencair. Dan meleleh keluar dari pelupuk mata untuk menangisinya. Aku
hanya bisa menggenggam jemarinya saat ini.
Tiiiittttt....
Astaga ̶ alat pendeteksi
detak jantung yang tiba-tiba mengeluarkan suara seperti itu. Dan seperti yang
kuketahui jika.. jika ̶ itu
adalah tanda detak jantung sudah berhenti. Aku terus menekan-nekan tombol
panggilan darurat disebelah ranjangnya. Tidak lama kemudian, seorang suster dan
dokter masuk kedalam ruangan putih ini yang pandangannya langsung menatap alat
itu. Tanpa aba-aba, aku langsung keluar dari ruangan itu dengan terpaksa.
Meninggalkan Caity yang sudah besar kemungkinan akan.. mati. Karena hanya satu
persen kemungkinannya untuk hidup. I close my eyes and
dream of you and then i realize.. We can’t back together on good terms
Kini, aku sudah serahkan semuanya kepada Tuhan.
§
EPILOG.
Semuanya tidak akan pernah kembali. Kejadian-kejadian bersama Caity selama
kita bersama dulu tidak terlupakan begitu saja. Kesedihan yang sangat mendalam
mulai aku rasakan saat ini. Doa-doa yang kulontarkan kepadanya tidak sedikit
pun pernah terkabulkan. Hanya sesal yang mulai menghantuiku. Kita sudah resmi...
Berpisah.
Tidak akan ada kata-kata cinta dan sayang yang akan dilontarkan dari
bibir kita masing-masing. Hanya ada doa yang dapat membantu Caity untuk dapat
selalu tenang dirumah barunya. Dengan sebuket mawar merah yang aku letakan
didepan batu nisan yang bertuliskan namanya. Sungguh tidak menyangka jika
sebuah batu nisan terlalu tega untuk menuliskan nama lengkap Caity, yang
benar-benar nama Caity dan diletakan diatas gumpalan tanah merah yang akan
ditumbuhi rumput-rumput hijau segar yang akan ku rawat untuk selalu bersih
tanpa ada satu pun daun kering diatasnya.
Kini semua sudah berakhir.
Benar-benar-sudah-berakhir.
Penantian yang kutunggu-tunggu
tidak akan pernah menjadi nyata.
Subscribe to:
Posts (Atom)